Boyongan ke IKN Nusantara
Mbah subowo
Bung Karno ingin pindahkan ibu kota Jakarta yang notabene pusat pemerintahan warisan kolonial Belanda. Pulau Kalimantan menjadi lokasi pilihan Bung Karno dengan satu alasan: penduduknya “welcome” dengan pendatang dari Jawa. Di masa orde baru terbukti dengan para transmigran Jawa “kerasan” tinggal di pulau yang malang-melintang dengan berbagai sungai-sungai besar.
“Boyongan” untuk pindah ke rumah baru menurut tradisi kearifan lokal di pedalaman Jawa biasanya dilakukan sangat sederhana. Pertama sang tuan rumah membawa bantal, ya, bantal untuk tidur, sebagai simbol sudah menjadi penghuni rumah baru. Jika rumah baru tersebut berada di seberang sungai maupun laut dari asalnya tempat tinggal lama, maka biasanya untuk melakukan “boyongan” juga sang penghuni baru harus membawa sepasang itik, ya, itik sebagai simbol hewan yang mampu menyeberangi sungai.
Hanya itu saja prosedur kearifan lokal di pedalaman Jawa untuk boyongan menempati rumah yang baru dibangun. Sebagai analogi, untuk pindah atau boyongan dari Jakarta ke IKN baru “Nusantara” tentu saja tidak cukup hanya membawa bantal dan sepasang itik, akan tetapi juga Para Yang Mulia bisa melakukan “kerja harian”, misalnya sekali saja menandatangani suatu keputusan penting di lokasi IKN baru. Ya, menandatangai suatu Surat Keputusan di IKN Nusantara sebagai simbol pemerintahan sudah boyongan menempati lokasi baru.
Sekian untuk sekali ini.
*****