Laut Cina Selatan milik siapa?

 Laut Cina Selatan milik siapa?

mbah subowo

Donald Trump mengobok-obok semua saja, mulai dari rencana bikin tembok besar perbatasan AS-Mexico, hingga perang dagang melawan negeri kung-fu Shaolin. Selanjutnya tarian perang semakin seru dengan ditingkahi munculnya bencana global: pandemi covid-19 dengan segala variannya.

     AS-nya Trump yang lebih dulu menyerang negeri kung-fu, ya perusahaannya dianggap memata-matai, sampai menaikkan bea masuk impor dari negeri berpenduduk terbesar di bumi itu. Ujung-ujungnya tak pernah selesai walau Trump turun panggung, Negeri pendekar kung-fu Shaolin yang merasa tidak bisa meneruskan kemakmuran itu mulai gelisah, dan akhirnya mengeluarkan jurus "amok" andalannya.

     Korban jurus "amok" negeri yang satu itu ialah kepengin eksis seperti jaman dinasti masa lalu antara lain Dinasti Mongol di wilayah perairan "Laut Cina Selatan" atau Laut Natuna atau Nanyang. Ya, itulah jurus "amok" gara-gara diajak perang dagang oleh Trump -- yang kini sudah digantikan penerusnya.

     Kapan negeri Shaolin melepaskan klaim segala macam di Nanyang? Tentu jika perekonomian negeri Shaolin kembali cemerlang sediakala seperti sebelum "perang dagang". Barulah Nanyang akan dilepaskan hingga damai seperti sediakala.

     Kembali pada judul di atas, Laut Cina Selatan pada masa silam menjadi milik dua kekuatan laut terbesar di dunia, Tiongkok di belahan bumi Utara dan Majapahit dari belahan Selatan. 

     Selanjutnya masa berakhir PD 2 mengambil oper kredit beberapa pulau karang dari kekalahan Jepang. Tiongkok hari ini baru merdeka 1949 -- walau sebelum itu nebeng tenar dari AS ikut jadi pemenang PD 2. 

     Kalau menggunakan alasan "historis" Tiongkok masa silam bahkan tidak pernah peduli apalagi mengklaim Nanyang notabene cuma pulau karang dan perairan belaka. Sebagai penutup, patut dicari jawaban alasan paling serius mengapa negeri Komunis terbesar di bumi ini berubah dari kebiasaannya rendah hati dalam pergaulan internasional -- negeri dengan satu Partai Tunggal yang menjadi Penguasa Tunggal.

     Jangan-jangan negeri Panda tengah memasuki jebakan "dunia bebas" dengan terpaksa mengajukan klaim ekspansi "sembilan garis putus-putus" buatan mereka sendiri.

     Resesi ekonomi hampir melanda semua negara dampak covid-19 kini berubah -- tak peduli ekonomi cekak -- ramai-ramai borong alutista militer, geliat pasar tersebut membawa berkah bagi para produsen dari "dunia bebas" meraup untung serta dapat nilai tak terbatas.

     Sekian untuk sekali ini.

*****