Menjelang Majapahit runtuh rasuah merajalela

Menjelang Majapahit runtuh rasuah merajalela
mbah Subowo.
Sasi Suro 1479 Saka.
Bulan Suro menjelang pertengahan. Bencana masih mengintai, orang Majapahit percaya serta menghentikan semua hajatan di bulan yang satu ini. Tak ada pesta, dan perayaan apapun. Satu-satunya abdi Majapahit sejak Raden Wijaya anumerta, Begawan Ra Vadia yang berdiam di pinggiran Wilwatikta tiba-tiba berseru,  “Yang Mulia Sri Ratu tidak punya pilihan lain kali ini!”
     “Apa itu Ayanda?” putri begawan itu memperdengarkan suara.
    “Dalam kekacauan Majapahit saat ini, kas negara sudah habis untuk mengatasi pembangkangan, maka jalan satu-satunya menerima uluran Tiongkok.”
     Putri Anggia menunggu kelanjutan uraian sang begawan. “Kukuh seperti ayanda Hayam Wuruk, Sri Ratu menolak uluran Tiongkok.”
     Dalam bayangan yang tergambar di mata bathinnya sang begawan menyampaikan, “Tiongkok berdiri dan menjadi dalang semua kekacauan ini.” Mulutnya tidak bersuara sedikit pun masih terkatup erat. Ia tidak berkata-kata lagi.
     Begawan itu tidak mampu menghidar dari bayangan di kepalanya….Tangan-tangan Tiongkok menjulur dan mengobok negeri. Mulai dari pembangkangan di bandar Palembang, Pahang, Tumasik, hingga Blambangan. Demikian pula agen-agen Tiongkok di Wilwatikta telah menjamah Amana Gappa Majapahit, Revisi atas UU Majapahit itu sepertinya akan melemahkan kekuatan pusat atas daerah bawahan. Melemahkan Sang Ratu di hadapan punggawa dan petinggi kerajaan. Rasuah terjadi di bandar-bandar Majapahit, menggoda para komandan Armada Majapahit, Adipati, dan pejabat negara, karena Tiongkok memiliki dana tidak terbatas.
     “Sri Ratu sedang kesulitan ya, Ayanda?”
     Begawan itu terus menggurat daun rontal, dan sesekali mengusap dengan jelaga. Ia tidak menyadari putrinya sudah meninggalkan ruangan.
     Sekian untuk sekali ini.
*****