Arus dari Utara

Arus dari Utara
mbah subowo
1479 Saka.
   Wilwatikta sedang ramai arak-arakan besar-besaran yang diikuti oleh para pemeluk Syiwa-Buddha. Mereka sedang turun gunung. Tampak Kusumawardhani kakanda Sri Ratu berada di tengah mereka. Sri Ratu tidak bisa melakukan sesuatu mengetahui hal itu. Kegelisahan tengah melanda Majapahit sejak keluarnya aturan baru perubahan/revisi Amana Gappa. Pajak semakin memberatkan kawula Majapahit. Para ahli mengintip masa depan mengatakan, “Goro-goro sebentar lagi usai. Bulan Suro berada di penghujung.”
     Sementara itu di istana Majapahit terjadi pertemuan antara Sri Maharatu dengan Smodraksa Laksmana Ayu Candra Centini, “Yang Mulia, ini surat yang patik bawa dari Utara sana.” Ayu Candra baru pulang ke Wilwatikta setelah hampir tiga bulan berlayar secara rahasia di Laut Cina Selatan menuju Campa. Ia menyerahkan segulung kertas diikat pita. Bukan rontal!!
     Sri Ratu sejenak menyapu ruangan. Ia menyuruh kepala rumah tangga istana, Anjangkara untuk keluar ruangan. Dan berpesan agar pengawal bilik Maharatu tidak mengijinkan seorang pun mendekat, apalagi masuk.
     Setelah memeriksa tanda-tanda keaslian surat itu, ada cap rahasia yang sudah melalui persetujuan bersama, “Yang Mulia, sudah tepat semua tindakan dan kebijakan yang telah diambil selama ini. Kanda hanya menduga-duga saja apa rencana Ma San Pao. Pembersihan terjadi di sini, dan terpaksa kanda semakin jauh memasuki pedalaman.
     Ada kelompok yang memisahkan diri dari armada Kebesaran Tiongkok. Mereka bergabung dengan para bajak yang memang sudah menyingkir dan menyembunyikan diri karena merasa terancam oleh pembersihan yang diam-diam dijalankan oleh kekuatan Cheng Ho.”
     Sri Ratu terbelalak menatap surat itu, dan dalam hati berseru, “Armada Majapahit bekerja sama dengan bajak Tiongkok, untuk melawan Armada kebesaran Tiongkok!!”
     Perubahan air muka Sri Maharani diperhatikan oleh Candra Ayu. Smodraksa Laksmana itu tidak ingin menggugupi junjungannya. Ia hanya menebak-nebak saja tindakan selanjutnya dari petinggi Majapahit itu.
     “Terima kasih, Ayu! Sayang sekali upayamu gagal membawa beliau kembali ke istana, karena rupanya kanda Visyama terikat sumpahnya dan tidak mau kembali ke Majapahit!” Sang Ratu memecahakan keheningan dengan membuka suara.
     Tak ada lagi surat di tangannya, dan juga dalam ruangan itu. Ia telah menyimpan dengan memasukkan surat itu ke dalam bilik rahasianya. Candra Ayu tidak mengetahui keberadaan bilik itu. Karena sebentar tadi ia sempat diminta keluar sebentar untuk menengok situasi di luar ruangan.
     Sekian untuk sekali ini.

*****