Ahok sang "Putra Mahkota" 2024
mbah subowo bin sukaris
Dalam prediksi kami sebelumnya mengenai Ahok: Ramalan Pemenang Pilgub DKI 2017 Kali ini kami tidak akan membahas lagi di sini apakah Ahok menang atau kalah dalam putaran kedua pilkada/pilgub DKI 2017. Jika Ahok kalah bisa saja dia jadi menteri, bukan? Kali ini kami meneropong kedepan delapan tahun mendatang. Selepas Jokowi turun panggung (jika ia berhasil memenangkan pilpres periode kedua 2019-2024), Prediksi kami Ahok pada 2024 akan maju sebagai wapres atau presiden RI kedelapan (entah partai mana yang tertarik mencalonkannya).
Akan menjadi menarik jika posisi Ahok pada 2024 sebagai capres, sebagai cawapres itu hal biasa saja mengingat sebagaimana ia pernah tampil sebagai pemenang (bersama Jokowi) dalam pemilihan langsung sebagai wakil gubernur DKI pada 2012 yang silam.
Sebagai capres 2024 jelas ujian berat bagi seorang Ahok, beragama minoritas, berbangsa minoritas, dan sebagainya. Kemenangan Ahok dalam putaran pertama pilgub DKI 2017 adalah luar biasa, mengingat ia person berasal dari serba minoritas! Dalam pilgub DKI putaran kedua ia bisa menang ataupun kalah, tergantung dari "pulung gaib wahyu keprabon" jatuh kepada dirinya atau tidak!
Ngomong-ngomong "kesalahan" Ahok selama ini, sebenarnya ia berbicara dengan dialek "komunitas Tionghoa" yang serba tajam, dan rasanya bikin shock orang lain, mengapa? Ahok menggunakan tata bahasa Indonesia yang dicampur-baurkan dengan kaedah tatabahasa asing (mandarin, hokkian, dsb). Hasilnya memang seperti yang terjadi sekarang ini misalnya disebut dalam kasus "penistaan agama". Semua itu terjadi dan itulah akibat dialek campuran bahasa Indonesia yang dicampurkan dengan pola pikir (bahasa, dialek) bangsa Tionghoa. Misalnya kata "bohong" dalam pengertian mereka (orang Tionghoa) digebyah-uyah sebagai sesuatu sifat yang jelek, jahat dan sebagainya terhadap ucapan orang lain. Mereka biasa menggunakan kata "bohong" untuk menjelaskan sesuatu yang "lain dan berbeda" dan pengertian kata bohong itu berbeda bagi non-Tionghoa. Ada lagi kata "pakai" yang biasa juga menjadi ragam dialek khusus yang biasa dipergunakan dalam komunitas Tionghoa di Nusantara ini. Kata "pakai" bagi non-Tionghoa berbeda maknanya dibandingkan komunitas Tionghoa yang "malas" menggunakan kata lainnya untuk menyatakan sesuatu.
Untuk mengajari orang Tionghoa berbahasa yang benar, memang perlu kesadaran mereka sendiri dengan "tidak malas" menggunakan kata yang lebih beragam ditambahkan lagi bangsa Tionghoa perlu belajar bahwa budaya bangsa lain a.l. Jawa, Sunda, Ambon, dsb, itu memiliki unggah-ungguh, basa-basi. Bangsa Tionghoa ini memang kurang basa-basi dan malas menggunakan kata-kata yang beragam makanya terjadilah miskomunikasi dengan penduduk beragama mayoritas yang sensitif. Menyalahkan Ahok atau membenarkannya perbuatan dan ucapannya itu tidak mungkin selama belum dipahami bahwa orang Tionghoa "emang gitu, ngomongnye!" Untuk memberi pelajaran ya sebenarnya gak usah repot-repot, ......
*****