Satrio
Piningit dan ramalan presiden 2014
mbah subowo bin sukaris
Beberapa
dekade yang silam para pakar teknologi informasi sudah meramalkan bahwa kelak
hanya perusahaan/institusi yang unggul dalam penguasaan IT akan mampu menjaga
eksistensinya. Dengan keunggulan IT yang itu juga ke depan mereka dapat
memenangkan pertarungan dari para kompetitornya.
Era
teknologi informasi kini telah tiba dan menyerbu keseharian jaman modern, fakta
membuktikan prediksi di atas memang benar adanya.
Fakta
membuktikan dan sekali lagi prediksi itu telah terbukti menjadi kebenaran.
Kembali
pada judul tulisan di atas, mengenai sosok pemimpin tertinggi di Nusa Antara, maka
tidak ada salahnya kita menengok kembali syair yang berasal dari abad
keduabelas masehi. Syair yang berasal dari seorang nujum masyhur memberikan
gambaran sosok ratu adil cq satrio piningit yang akan memimpin Nusa Antara
(2014) sebagai berikut
idune idu
geni
sabdane
malati
sing
mbregendhule mesti mati
tafsir
bebasnya sebagai berikut: Air ludah Sang Ratu Adil cq satrio piningit bukan
sembarang air akan tetapi memiliki keajaiban, gambarannya laksana semburan api yang
panas sekali.
Tiap
perkataan atau ucapannya (misalnya di jejaring sosial) atau di depan media
bukan sekadar berkata-kata biasa, akan tetapi ia mengatakan sesuatu penuh
perasaan kejujuran atau yang memiliki kekuatan laksana mantra kesaktian. Dan
barang siapa terkena mantra sakti dari Sang Ratu Adil yakni mencoba membantah/membandel maka
orang yang bersangkutan bisa-bisa nyawanya melayang.
Syair bernuansa
“seram” di atas membuat ingatan kembali ke masa “seram” berkuasa rezim Orde
Baru -– rezim yang terpaksa berakhir sejak lengsernya Pak Harto. Sistem
pemerintahan kala itu yang otoriter setelah ditinggalkan oleh pimpinan
tertingginya tetap tidak berubah sifat dan wataknya. Rezim reformasi terus menggendong
watak orde baru hingga hari ini, bahkan tanpa berubah setitik pun alias segar
bugar sebagai sediakala.
Rezim
Reformasi –- lanjutan Orba -- memang telah beberapa kali ganti presiden. Semua
saja merupakan pilihan terbaik di antara terburuk yang tersedia. Karena bukan
pemimpin pilihan terbaik di antara yang baik maka tidak aneh jika sejak awal
reform hingga hari ini muncul silih berganti berbagai kasus, mulai pertikaian
penganut kepercayaan hingga soal korupsi yang melibatkan berbagai elemen
berbagai kalangan, mulai oknum pejabat birokrasi pemerintahan hingga oknum
petinggi partai dan sebagainya, itu adalah bukti watak dan sifat bahwa orde
reform masih menikmati warisan orde baru yang korup dan represif.
Hingga
penghujung perempat abad keduapuluh satu ini Rakyat dan negara Nusa Antara masih
tetap membutuhkan sosok pemimpin sejati pemimpin ideal. Salah satu gambaran pemimpin
yang “baik” terdapat dalam beberapa bait
syair Joyoboyo. Syair itu memang cukup “keras”.
Dan patut disisipkan catatan yakni “keras” tapi bukan pemerintahan bersifat represif,
fasis, dan otoriter atau adanya pemaksaan kehendak penguasa kepada rakyatnya.
******