Ramalan Jayabaya-Ronggowarsito tentang Presiden RI 2014
mbah Subowo bin Sukaris
Negara Indonesia atau NKRI yang baru merdeka sejak 1945 atau baru saja merayakan ultah ke 68 tiada henti dan silih berganti berkesinambungan mengalami pasang surut kehidupan bernegara, baik yang terjadi di dalam penyelenggaraan pemerintahan sendiri maupun di kalangan rakyat banyak yang kini bisa hidup merdeka diperintah oleh bangsa sendiri.
Ketidakadilan yang dirasakan oleh sebagian besar rakyat dan kemakmuran dirasai segelintir manusia terus berlangsung sepanjang 68 tahun tiada putus, gejolak politik gontok-gontokan semasa Orla, penindasan oleh aparat semasa Orba, dan kriminalitas dalam bentuk korupsi semasa Oref saat ini rasanya membuktikan memang belum terwujud cita-cita pendirian negara membentuk masyarakat adil-makmur merata bagi semua warganegara.
Semua itu telah menjadi pelajaran dan pembelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Sebentar lagi kalender menunjuk angka 2014, perhelatan besar bagi rakyat Indonesia bakal digelar untuk memilih presiden baru yang ketujuh di negara Kesatuan Republik Indonesia. Akankah pemimpin baru perubahan yang membawa angin surga bakal tampil? Ataukah tampil yang sebaliknya dari harapan seluruh komponen bangsa?
Semua orang tentu berharap yang pertama. Berbagai peramal modern yang profesional maupun amatiran masa kini mulai menggulirkan berbagai ramalan tentang siapa yang akan terpilih atau memenangkan perolehan suara terbanyak pada pemilu 2014.
Dari sekian banyak prediksi itu di antaranya tampil ramalan kuno tentang presiden ketujuh Indonesia. Hal itu dikemukakan antara lain yang telah dicetuskan oleh R. Ng. Ronggowarsito dan Sri Aji Joyoboyo. Ronggowarsito adalah pujangga keraton Surakarta yang hidup di abad kesembilan belas. Sri Aji Joyoboyo adalah seorang raja Kediri di Jawadwipa yang masyhur sebagai nujum ulung sejak abad duabelas masehi.
Prediksi presiden RI ketujuh menurut R. Ng. Ronggowarsito adalah sebutan seseorang sebagai "Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu" artinya kurang lebih seorang Satria-Brahmana, Begawan-Satria yang mendapatkan wahyu atau pulung gaib selanjutnya mengemban kekuasaan sebagai kepala negara RI ketujuh.
Sedangkan presiden ketujuh RI menurut nujum masyhur yang hidup abad keduabelas masehi: Sri Aji Jayabaya atau orang Jawa menyebut Sri Aji Joyoboyo antara lain dapat ditafsirkan dari bait-bait berikut ini. Bait-bait Joyoboyo di bawah ini paling tepat di antara bait lainnya. Mengapa? Prediksi dari tokoh-tokoh yang mulai menampilkan diri secara sukarela atau dipaksa menampilkan diri oleh media pada 2013 secara terang-terangan maupun malu-malu mulai terdeteksi "siapa-siapa" mereka itu.
apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang,
cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang
Calon presiden ketujuh itu seorang master atau ahli siasat perang tingkat tinggi, bangsa Indonesia kelak mulai disegani oleh negeri lain yang coba-coba nyaplok wilayah RI. Pemimpin Ri yang tampil 2014 itu juga seorang yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari sampai-sampai pakaian yang dikenakannya dalam acara protokoler resmi kurang terurus (pantas) sesuai dengan posisi jabatannya. Bisa jadi dia ini agak eksentrik dalam artian tertentu misalnya selalu sederhana dalam penampilan antara lain seperti yang dilakukan pada dasawarsa 60-an oleh pemimpin Vietnam Paman Ho, yang jika bertandang ke negeri lain hanya mengenakan topi caping terbuat dari bambu dan baju hitam dari kain sederhana seperti pakaian yang dikenakan sebagian besar petani rakyat Vietnam.
Walaupun penampilan pemimpin berjuluk pangeran perang ini sangat sederhana akan tetapi ia mampu menengahi keruwetan hidup orang banyak seluruh bangsa Indonesia.
Di antara keruwetan yang tengah terjadi atau akan terjadi menimpa mereka orang-orang minoritas dan tersisih, antara lain mereka yang memuja (sebagai perantara) patung bertangan terbuka lebar-lebar (ndaplang, kristus). Pemimpin baru itu juga mampu menumbuhkan rasa kesadaran diri di kalangan orang Tionghoa (jahat) yang kembali teringat pada guru-gurunya yang mengajarkan kebaikan dan mematuhi segala perintahnya sehingga berubah menjadi Tionghoa yang baik serta memiliki rasa nasionalisme Indonesia yang tinggi. Walau demikian sebagian kecil kelompok Tionghoa jahat tetap tidak berubah, mereka yang demikian itu pun berusaha menyingkirkan diri sejauh mungkin.
*****