Analisis Intelijen Panglima Angkatan Laut Majapahit
mbah Subowo bin Sukaris
1410 Masehi
Nyi Ken Parsini utusan rahasia Kaisarina Majapahit berlayar dengan kapal dagang ke Campa guna menjumpai Resi Haking. Tatkala itu situasi jagad Majapahit sedang genting. Pasukan darat kerajaan Klungkung Bali-Lombok menyeberangi selat Bali dan mendarat besar-besaran di Blambangan guna membantu pasukan Wirabhumi di medan tempur Lumajang. Pasukan Wirabhumi rupanya tengah keteteran dalam pertempuran menghadapi pasukan darat Majapahit yang menggempur dengan menempuh jalan darat dan membuncah melalui armada kapal laut di pesisir utara Lumajang.
Sementara itu Parsini tiba bandar pelabuhan Campa, begitu menginjak daratan Campa segera meninggalkan para pengawalnya. Ni Ken Parsini Smodraksa Laksamana Majapahit seorang diri menyusuri pantai sejauh lima ratus kaki menuju sebuah gubuk sederhana. Ia cepat-cepat memasuki bilik itu dan menunggu. Memang benar seperti yang diharapkan tak berapa bentar seorang anak melongoknya kemudian masuk gubug itu menemuinya.
"Resi Haking.... saya ingin bertemu dengan dia," ujar Parsini dalam basa Jawa. Tatkala itu bahasa Jawa menjadi bahasa internasional di Asia Tenggara sejak Tapasi putri Krtanegara disunting oleh seorang raja Campa.
Anak itu bergegas pergi meninggalkan Parsini yang kembali berada di gubug itu seorang diri.
"Hanya Sri Maharatu yang mengetahui petunjuk menuju ke tempat ini." Seorang lelaki setengah baya berjubah kuning memasuki gubuk itu. Bahunya terbuka sebagian dan memperlihatkan ototnya yang kukuh-kuat. Penutup kepalanya terbuka sebagian dan tampaklah kepalanya yang gundul.
"Hamba Parsini, Yang Mulia resi." Parsini memperkenalkan dirinya.
Setelah sang Resi memeriksa tamu itu dengan beberapa pertanyaan rahasia, dan setelah meyakinkan diri dengan tanda berupa cincin kerajaan yang dibawa Parsini bahwa memang betul ia utusan dari Majapahit. Resi Haking mengetahui bahwa cincin kerajaan di tangan Parsini itu terdapat tanda rahasia yang menunjukkan keasliannya.
"Mari kita berjalan-jalan, Parsini," ajak sang resi.
Keduanya melangkah keluar gubug menyisiri tepi pantai. Setelah mereka menemukan sebuah biduk kecil yang ditambatkan tak jauh dari gubug itu maka keduanya segera menaikinya, seseorang menghampiri dan memberikan sepasang dayung. Resi Haking kemudian mendayung pelahan biduk itu menuju ke tengah laut.
"Ada apa gerangan sang Maharatu mengirim utusan sejauh ini, Parsini?"
"Yang Mulia, Sri Maharatu menitahkan hamba menyampaikan keadaan Majapahit yang sedang gawat membutuhkan Yang Mulia Resi sebagai Mahapatih...."
Resi Haking tertegun sejenak. Parsini segera melanjutkan:
"Ketahuilah oleh Yang Mulia, armada kebesaran Cheng Ho telah memberi bantuan kepada Lumajang dengan beribu-ribu saga emas."
"Kembali ke Majapahit.... Itu tidak mungkin...." sahut Resi Haking yang teringat kembali pada sumpahnya.
"Jadi Yang Mulia lebih memilih yang mana: kehidupan bagi mahadewata atau kehidupan bagi jagad bumi manusia?" tanya Ni Ken Parsini.
"Aku memilih kehidupan bagi mahadewata....." sahut Resi Haking. "Bukankah kau seharusnya Buddha sebagai wanita Majapahit beribukan wanita Campa, Parsini?"
"Hamba memuja Mahadewa Syiwa, sama seperti Yang Mulia Resi pada saat ini memuja sang Buddha." Keduanya sama-sama tersenyum.
Ni Ken Parsini melanjutkan, "Dan ratusan ribu saga emas itu dipergunakan oleh Wirabhumi untuk.....melamar Sang Maharatu!"
"Kusumawardhani yang turun takhta Majapahit dan melakukan pertapaan di gunung Klotok, bekas pertapaan Dewi Sanggramawijaya (Resi Kilisuci) dan Prabu Erlangga, kini menganggap dirinya telah menemukan satu-satunya solusi mengakhiri perang paregreg ialah perkawinan antara Bhre Wirabhumi dengan Maharatu Suhita," ujar Parsini.
"Itu tidak akan terjadi! Wirabhumi semakin dekat dengan sang Maharatu, maka ia akan semakin menjadi beban bagi Sri Maharatu Suhita!"
Resi Haking tertawa, setelah mengetahui Kusumawardhani yang membuatnya berada sejauh ini dari Majapahit, kini tengah menjadi comblang bagi Wirabhumi. Dan rupanya perbuatan kakaknya itu dianggap lebih jauh oleh Suhita sebagai memihak Wirabhumi.
"Kalau Yang Mulia tidak berkenan kembali ke Majapahit untuk mengemban tugas sebagai Mahapatih..... titahkan melalui hamba apa yang harus diperbuat oleh sang Maharatu."
Keduanya diam sejenak mengawasi daratan yang semakin jauh, dipenuhi pagoda, dan di antara pucuk-pucuk berkilauan itu ada sebuah yang bersinar paling terang, puncak pagoda itu terbuat dari emas 24 karat.
"Wirabhumi.... aku tahu betul bagaimana masa kecilnya. Wirabhumi adalah seoran putra dari selir, Prabu Hayam Wuruk menempatkannya di Selatan Majapahit untuk menghadang para penyerang dari arah Selatan. Dan kini justru dia sendiri yang menusuk Majapahit dari Selatan." Resi itu melanjutkan.
"Sri Maharatu sudah benar dalam segala tindakan. Ia teruskan saja langkah-langkahnya yang telah berjalan selama ini." Dayung di tangan sang resi telah diletakkan di dalam biduk. Kini biduk itu terombang-ambing gelombang.
"Bagaimana dengan Melayu yang kini membangunkan kerajaannya sendiri. Juga Punai (Kalimantan Barat) yang melepaskan diri, Brunai yang tidak hadir dalam penghadapan tahunan. Dompu (Sumbawa) yang memberontak dengan menguasai armada Majapahit keempat berikutnya adalah Lomblen (Flores), Sumba, Timor, Solor.
Dan kerajaan Demung di Sulawesi Selatan yang berhasil melepaskan diri dari Dompu kini berdiri sendiri. Dan juga pembangkangan terhadap Majapahit oleh Sri Jama Muka dari Tidore yang membawahi Papua."
Ni Ken Parsini masih terus menyebutkan satu persatu wilayah kerajaan bawahan Majapahit yang ramai-ramai mengadakan pembangkangan sejak kedatangan armada Cheng Ho.
Resi Haking telah mengirimkan utusan ke Wilwatikta sejak mulai kedatangan Armada Kebesaran Tiongkok di bawah Ma San Pao alias Cheng Ho mancal dari Shanghai. Berulang-ulang diperingatkannya kepada Sri Maharatu Suhita agar berhati-hati dan waspada terhadap orang yang satu ini.
Kenyataan yang kemudian terjadi memang sedemikian dahsyat membawa kehancuran bagi Majapahit.
Armada Cheng Ho telah menyebarkan harta-benda berupa emas berlimpah-limpah diberikan kepada kerajaan bawahan Majapahit. Dengan emas itu kerajaan bawahan Majapahit mampu membeli gugus-gugus armada Angkatan Laut Majapahit. Kapal-kapal Majapahit pada akhirnya berkumpul dan dikuasai oleh kerajaan bawahan Majapahit yang mulai memperkuat diri.
Suhita di saat peristiwa itu terjadi tengah menitahkan sepuluh tahun kehidupan damai di Majapahit untuk masa pemulihan. Ia tidak bertindak apapun terhadap pembangkangan kerajaan bawahan kecuali di wilayah yang merupakan jalur rempah-rempah yakni mulai perairan Laut Jawa hingga Jembatan Matahari (Nusa Tenggara).
"Sri Maharatu harus terus berusaha mengatasi pembangkangan yang sedang terjadi pada kerajaan bawahan. Jika terpaksa dan harus dipaksakan maka kekuatan Majapahit bisa hanya terbatas dipusatkan di Pulau Jawa saja. Besok kembalilah ke Majapahit. Semakin lama kau berada di sini semakin tidak berguna bagi Majapahit, Parsini. Dan malam ini menginaplah di biara." Hari mulai temaram. Sang resi buru-buru mengayuh biduk itu memantai kembali.
Parsini menampakkan air muka penuh tanda tanya.
"Jangan khawatir, Parsini, di sini terdapat banyak biara yang diurus oleh orang yang datang dari Jawa. Maka kau akan merasa nyaman." Resi Haking menutup pembicaraan.
Ni Ken Parsini Smodra Laksamana Majapahit (Panglima Angkatan Laut Majapahit) memutar-mutar persoalan Majapahit dalam kepalanya. Ia bertanya-tanya mengapa persoalan itu berkisar pada Bhre Wirabhumi, Dewi Ratna Suhita, Kusumawardhani, Resi Haking, semua adalah putra-putri Baginda Hayam Wuruk Anumerta.
******