Misteri Piramida kebudayaan Atlantis di Jawa
10
10
Rakryan Vadia Andika nama seorang penulis yang hidup semasa berdirinya Majapahit hingga mencapai puncak keemasaannya era Prabu Hayam Wuruk. Sepagi itu tidak sebagaimana biasanya terus-menerus tiada henti menulis tembangnya di atas rontal. Begawan itu hidup bersama seorang putrinya yang masih remaja menurut ukuran masa itu. Hari ini pertama bulan kelima 1316 Saka atau 1394 Masehi. Musim hujan telah reda yang ditandai berseminya tanaman palawija di kebun belakang rumah di tepi kotaraja Majapahit itu.
"Ayahanda, tegal yang berada di depan rumah itu sebaiknya ditanami apa?" tanya Dewi Anggia, putri sang begawan itu tampaknya sudah selesai membersihkan diri setelah mengontrol kebun belakang rumah yang dikerjakan oleh seorang petani upahan.
"Ubi jalar lebih baik ditanam lagi di kebun depan itu, ananda, sekaligus memperindah pemandangan di halaman," sahut sang ayahanda, sambil tersenyum mengagumi kecantikan putrinya yang mirip sekali dengan ibunya. Gadis itu bertulang pipi tinggi, matanya lebar, dan berhidung keturunan brahmana.
Dewi Anggia seperti biasanya tiap hari menunggu kata-kata selanjutnya yang keluar dari mulut lelaki sepuh berusia lebih satu abad itu.
"Ananda ingin mengetahui piramida yang dirahasiakan itu?" Ra Vadia memulai, dan tanpa menunggu jawaban sang putri, ia meneruskan, "Jayabaya raja Kediri itu mengatakan ada periode manusia pertama yang mengisi dan mendiami pulau Jawa. Periode manusia pertama yang menghuni pulau Jawa itu terjadi pada empat ribu dua ratus sebelum tahun Saka. Masa yang penuh misteri itu tentunya diketahui sang raja Jayabaya karena tidak jauh dari wilayah Kediri terdapat sebuah bukit yang misterius Gunung Klothok. Dan gunung atau bukit Klothok itu tentu paling dekat dengan kehidupan Jayabaya."
"Siapa menurut Jayabaya yang hidup empat ribu dua ratus tahun sebelum Saka itu, ayahanda?" tanya Dewi Anggia penuh keingintahuan.
Ra Vadia tercenung sejenak. "Orang Majapahit menamainya manusia Atlantis, manusia yang telah mencapai kemajuan dalam kehidupan spiritual dan telah berhasil menguasai teknologi melalui kekuatan daya pikiran mereka."
"Mereka meninggalkan bukti atau sesuatu apapun, ayahanda?"
"Ya, peninggalan mereka yang tersisa hanya terdapat di gunung, selain yang di gunung telah lenyap semua pada waktu bencana dahsyat itu memusnahkan kehidupan mereka, dan Jayabaya memprediksi gunung Klothok yang memiliki lima puncak itu menyimpan sesuatu berupa peninggalan manusia yang pertama mengisi pulau Jawa, manusia Atlantis itu."
"Ayahanda dapat menggambarkan Gunung Klothok itu, yang mungkin menyimpan peninggalan manusia Atlantis?"
"Puncak Klothok berada di tengah, dan di punggung daripada puncak tertinggi itulah merupakan sumber air utama yang mengalir ke Barat, melalui Tretes. Aliran air yang mengarah ke Selatan bermuara ke Sumber Loh. Sedangkan yang mengarah ke Timur bermuara ke mata air di dekat goa Selabale. Jika sedang berada di puncak Klothok jika mata di arahkan ke Utara maka akan terdapat satu puncak lagi yang untuk menuju ke puncak utara itu terlalu curam. Begitu pula puncak di sebelah Selatan terlalu terjal untuk dicapai dari puncak utama. Sebelah Barat puncak utama Gunung Klothok terdapat satu puncak yang agak rendah, dan hanya bisa didaki dari utara di wilayah Kaligayam. Lembah dan jurang membatasi puncak sebelah Barat dan Puncak tertinggi di bagian tengah.
Satu-satunya dari kelima puncak Gunung Klothok yang terpisah dan tidak terlalu curam ialah Gunung Emas Kumambang yang sebenarnya masih termasuk bagian dari Gunung Klothok itu sendiri, oleh karena ia berada di barisan terdepan dan seolah berdiri sendiri maka ia mendapat nama tersendiri Emas Kumambang." Begawan itu terdiam, ia memandang keluar rumah dari jendela yang terbuka lebar-lebar. Dewi Anggia menunggu kelanjutan cerita ayahandanya. Ia penasaran seperti apa peninggalan orang-orang Atlantis itu? Sama seperti peninggalan Kerajaan Kediri yakni candi Penataran yang dibangun pada abad keduabelas Masehi itu?
"Orang Atlantis itu menggunakan kekuatan pikiran dalam memindahkan potongan gunung yang selanjutnya disusun menjadi bukit batu buatan. Mereka menciptakan bangunan itu tentu dengan tujuan tertentu, mungkin sebagai semacam landasan terbang, atau tempat pemujaan. Mereka menciptakan bangunan itu dengan penuh daya upaya agar mirip dengan buatan alam, oleh karena itu kemajuan teknologinya seperti sengaja meniru bentuk alamiah dan juga seolah-olah membuat kamuflase atau meniru alam."
"Ayahanda, apakah hasil karya mereka selalu disembunyikan agar tidak ditemukan orang dari masa depan?" tanya Dewi Anggia.
"Tidak, ananda. Oleh karena mereka menggunakan teknologi kekuatan pikiran yang bersifat alamiah, maka hasil karya mereka, piramida batu itu, sangat tidak kentara buatan manusia, akan tetapi bangunan itu persis seperti alam sendiri yang membuatnya."
"Jadi sangat sulit untuk ditemukan, begitu Ayahanda?"
Rakryan Vadia mengangguk, sang putri merasa telah bertambah satu lagi pengetahuannya mengenai sebuah masa silam yang sangat dirahasiakan oleh alam, bahkan itu pun tanpa disengaja atau disadari oleh para pelakunya sendiri, manusia Atlantis Jawa itu.
*****