Satria Piningit Ramalan Jayabaya

Satria Piningit Ramalan Jayabaya 


Jayabaya ahli nujum termasyhur di seantero Jawadwipa/Nusa-Antara telah menujumkan sifat, watak, dan karakter atau ciri-ciri ideal yang terdapat dalam diri seorang ratu adil berwujud seorang ksatria atau satria linuwih atau pinilih atau secara populer satria piningit yang kelak datang pada masanya menjadi pemimpin Nusantara yang wilayahnya seluas wilayah Hindia-Belanda. Jayabaya adalah raja besar kerajaan Kediri pada abad keduabelas masehi [1100-an]. 
      Dimulai sejak milenium kedua (1000 tahun kedua) kerajaan Kediri mampu bertahan selama 285 tahun, selanjutnya Majapahit berdiri 185 tahun, Hindia-Belanda bercokol memerintah Indie 349 tahun. Republik Indonesia sedang dan telah memerintah baru 67 tahun saja. Kediri pernah dihancurkan Arok (Tumapel-Singasari), akan tetapi masih mampu bertahan sebagai kerajaan kecil, selanjutnya benar-benar musnah tatkala diserbu pasukan Mongol pada 1292. 
     Kedatangan pasukan Mongol ke Jawa menuntaskan misi penghukuman terhadap Krtanegara memicu awal berdirinya Majapahit. Begitu pun tatkala Majapahit mulai hancur akibat paregreg (perang saudara), dan benar-benar hancur akibat ekspedisi pasukan Tiongkok di bawah Laksamana Cheng Ho yang mendirikan Kerajaan Islam Demak. 
      Hindia-Belanda hengkang dari Nusantara tatkala berkecamuk Perang Dunia Kedua, balatentara Jepang menyerbu wilayah Hindia-Belanda dan berhasil menguasainya. Dari ketiga peristiwa dalam perjalanan sejarah Nusantara di atas, ternyata bangsa mongolid yakni Tiongkok dan Jepang yang selalu berperan menentukan jatuh bangunnya negara besar Nusantara. Di samping kekuatan kedua mongolid tersebut, terdapat kekuatan lain yang mengintai dan mengancam wilayah Nusantara pada milenium ketiga atau di abad keduapuluh satu [2000-an] ialah negara benua Australia yang didukung adikuasa Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris Raya. Secara geopolitik Australia terlalu dekat dengan kepulauan Nusantara jika dibandingkan daratan Tiongkok maupun Jepang. Sang ratu adil versi Jayabaya yang berat tantangannya kecuali kemampuannya memang berlebih di milenium ketiga ini cirinya memang luar biasa dan tidak sembarangan serta jarang hanya terdapat dalam diri satu orang pribadi. Berikut ini bait-bait terakhir Ramalan Jayabaya yang berkaitan dengan ciri-ciri, watak, sifat, dan karakter satria piningit:
 
kaya dene manungsa 
wasis, wegig, waskita 
wus tan abapa, tan bibi, lola 
nglurug tanpa bala 
nganggo simbol ratu tanpa makutha 
tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa 
sirik den wenehi 
ngerti sakdurunge winarah 
dudu pandhita sinebut pandhita 
dudu dewa sinebut dewa 
senenge anggodha anjejaluk cara nistha 
sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan 
sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda
Jayabaya, abad 12 masehi 

Dia, satria piningit, (yang dimaksud di sini sang ratu adil) benar berwujud manusia biasa. Dia memiliki kebijakan yang mengutamakan kepentingan orang banyak; serta memiliki kecermatan luar biasa jeli dalam memandang persoalan sehingga menjadikannya jernih; kemampuannya dalam ilmu dunia dan gaib membuatnya menggendong segala kesaktian. 
      Satria piningit ini asal-usulnya misterius hidup dalam keadaan telah yatim-piatu; tidak dikenal dan mengenal serta memiliki sanak-saudara; benar-benar sendiri sebatang kara. Ia memiliki banyak teman/pasukan akan tetapi selalu bertindak sendirian tidak mau melibatkan kawannya atau main keroyokan dalam menghadapi siapa saja yang menjadi lawan-lawan politiknya. 
       Ia tidak pernah berambisi menjadi seorang pemimpin apalagi berkeinginan untuk menjadi seorang raja. Satrio piningit ini walaupun kelak menjadi masyhur bukan tipe sosok manusia gila hormat; dan tidak ingin dihormati serta menolak penghormatan dari orang se-Jawadwipa/Nusa Antara. 
      Satria piningit menolak dan memantangkan dirinya menerima segala macam upeti, hadiah, dan lainnya dalam segala bentuk apapun dari pemberian dari orang lain. Ia, sang ratu adil, memiliki kemampuan untuk dapat mengerti dan mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan dalam waktu dekat. 
      Ia memiliki ilmu agama yang mendalam, akan tetapi menolak dirinya disebut ulama. Sosoknya memang berwujud manusia biasa yang tindakannya bernilai dan bermoral setengah malaikat, akan tetapi menolak dirinya disebut seorang malaikat dalam wujud manusia. 
      Satria piningit ini sering menggoda orang lain dengan mengajukan permintaan yang remeh dan menolak pemberian lebih dari yang dipintanya. Ia juga seorang yang memantangkan perbuatan apapun oleh dirinya yang dapat merugikan orang lain. Di samping itu juga menolak kejadian di sekitar diri dan lingkungannya yang berindikasi terjadinya pencurian, korupsi atau tindak kejahatan apapun.