Emha Ainun Nadjib
Perahu Retak
Ada yang menganggap Emha sebagai "penyumbang eksemplar esoterisme dalam pembaharuan pemikiran Islam, yang selama ini belum menjadi program riset, kecuali dibicarakan selayang-pandang saja" (Budhy Munawar-Rachman, Lembaga Studi Agama dan Filsafat). Ada yang menyebut dia "Singa Allah yang mengaum di Patolopolis" (Danarto). Dewan Kesenian Jakarta pernah bingung ketika Emha mengangkut gong, bonang, gendang, dan saron untuk mengiringi pembacaan puisinya. Di sebuah alun-alun di Rotterdam, ia tampil bersama Zapata, pemain perkusi asal Suriname, memekikkan puisi-puisinya yang ditutup dengan dzikir: Laailaaha Illallah... Emha sendiri pernah mengatakan, "Saya hanya ingin mengadakan pertunjukkan berdasarkan prinsip sosial yang saya miliki."
Anak petani ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953. Ia pernah menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur. Ia menulis puisi, kolom, berceramah, dan berdakwah di berbagai mimbar, dan memimpin pertunjukan panggung. Lebih dari 15 bukunya telah beredar dari berbagai penerbit. Perahu Retak merupakan karyanya yang pertama dalam bentuk repertoar teater.
***
mbah sghriwo