Ramalan pertama Sri Aji Jayabaya
Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong
mbah sghriwo
Sri Aji Jayabaya menetapkan prediksi agama Hindu-Buddha berkembang 1000 tahun di Nusantara beserta kejayaan bagi kerajaan yang memeluk agama tersebut. Bersamaan perkembangan Hindu-Buddha di Tanah Jawa dan Nusantara lahir pula seorang utusan-Nya untuk menyebarkan agama Islam pada 571 Masehi yakni Rasulullah Muhammad s.a.w. yang menerima firman Allah s.w.t. yang tersusun dalam Al-Qur'an yang mahasuci didampingi Hadist Nabi yang dimuliakan.
Usai 1000 tahun berkembang Hindu-Buddha di Nusantara maka sudah pada tempatnya giliran bagi yang lain, yakni akan digantikan oleh Islam sebagai agama negara bagi kerajaan di Jawa dan Nusantara. Sri Aji Jayabaya juga menyatakan Dang Hyang Tanah Jawi Sabdo Palon dan pendahulunya Noyo Genggong akan murca dari marcapada selama perkembangan agama Islam, ditandai dengan bangkitnya kerajaan Islam di Jawa. Sabdo Palon tidak akan mencampuri Islam dan perkembangannya di Jawa dan Nusantara demi membikin manusianya secara spiritual jadi manusia sempurna.
Maka sewajarnyalah, sudah menjadi takdir kerajaan Hindu-Buddha yang gemilang Majapahit berganti kerajaan Islam pertama di Nusantara Demak. Dan sayang sekali karena baru berdiri kerajaan Demak yang tidak memiliki angkatan laut sekuat Majapahit harus berhadapan dengan kekuatan unggul dari Eropa sehingga hanya dapat sedikit menahan masuknya pelaut bersenjata Portugis, bahkan Portugis berhasil memasuki Nusantara tanpa menemui lawan tangguh di medan laut. Dan berturut-turut bangsa Barat berikutnya Belanda bahkan sangat cerdik untuk mengadu domba kerajaan-kerajaan sisa Majapahit sehingga saling bertempur satu sama lain. Selanjutnya Belanda tinggal memetik hasilnya yakni menguasai kedua belah pihak dalam segala hal, terutama mengandalkan keunggulan kekuatan laut dan persenjataan maju yang berhasil dikembangkan Eropa, mesiu atau senjata api mulai ukuran senapan hingga meriam.
Dengan demikian kekalahan kerajaan Islam atas gempuran bangsa Eropa bukanlah menjadi tanggung jawab danghyang tanah Jawi Sabdo Palon Noyo Genggong. Dan andai kata kerajaan Islam atau negara yang menjunjung Islam memperoleh kejayaan maka itu pun bukan melalui campurtangan sang pepunden Nusantara tersebut.
Tiap-tiap masa sebuah kerajaan Nusantara bangkit dan hancur mengalami hal yang sama dengan siklus bintang. Ada sesuatu yang sangat penting yakni semua kerajaan di Jawa mengakui Semar sebagai penguasa gaib dari dunia gaib dengan kemampuan khususnya mengejawantah sebagai manusia biasa selalu hadir dalam proses jatuh-bangunnya kerajaan. Semar bisa berperan sebagai abdi, punakawan, dan bahkan penasihat utama negara. Sebagai titah-Nya tokoh ini pun juga selalu turut hadir bersama jatuh-bangunnya kehidupan sederhana maupun sebuah pemerintahan rumit dalam kerajaan. Dan reinkarnasi Semar yang terakhir dalam siklus perkembangan 1000 tahun Hindu-Buddha ialah Sabdo Palon Noyo Genggong.
Tahun-tahun pertama perkembangan pesat kehidupan di negara Barat diiringi dengan Majapahit yang jaya di laut dan di bumi Selatan, sementara Tiongkok yang berada di bumi Utara adalah pengimbang tatanan politik dunia pada masa itu. Bumi Selatan ada dalam genggaman Majapahit dan dengan keruntuhan Majapahit maka tatanan politik dunia menjadi tidak seimbang dan dengan mudah pula bangsa Barat berkulit putih menjajah bumi selatan mulai dengan Afrika, Amerika Latin, dan Asia Selatan menjadi jalur tanpa ada penjagaan laut yang kuat.
Kehancuran Majapahit oleh berkembangnya Islam yang masuk ke Jawa adalah sebuah siklus sejarah perkembangan kelas, dan perjuangan kelas. Sabdo Palon Noyo Genggong tahu bahwa Islam harus berkembang di Jawa dan Nusantara maka dari itu ia bersiap-siap untuk murca dari peranannya mengawal takhta dalam kurun 1000 tahun terakhir. Dalam sumpahnya, ia akan hadir kembali dalam jangka 500 tahun, adakah itu mengisyaratkan Islam akan menemui persoalan rumit setelah berkembang 500 tahun di Nusantara?
"Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong" ramalan Prabu Jayabaya yang pertama memang menjadi kenyataan tatkala Raja Majapahit yang terakhir Brawijaya memilih meninggalkan agama negara sendiri dan memeluk Islam. Dengan sendirinya Sabdo Palon memutuskan untuk menghilang atau murca dengan cara baik-baik dari hadapan Sri Brawijaya, "Yang Mulia, kami tidak akan melawan perkembangan sejarah, sejarah yang terus berkembang maju tak pernah mundur seinci pun itu, dan di hadapan Yang Mulia maka Kami berjanji akan kembali kelak di mana bumi manusia mengalami gonjang-ganjing dan segalanya harus dimulai dari awal lagi. Demi melindungi Tanah Jawa dan Nusantara serta bumi selatan. Howght!" demikianlah ucapan terakhir sebagai kata pamit Sabdo Palon. Majapahit tak pelak lagi meluncur menemui kehancurannya, atas kehendak takdir sejarah.