Ajaran Islam Ahmadiyah
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
mbah subowo bin sukaris
Pada akhir abad kesembilan belas masehi (1800-an) Hazrat Mirza Ghulam Ahmad seorang intelektual berasal dari Hindustan memilih untuk mengagungkan ajaran Islam daripada ajaran leluhur sendiri, Hindu.
Situasi politik India di masa itu berada dalam cengkeraman imperialis Inggris yang berusaha mempraktekkan strategi "divide et impera", pecah-belah dan kuasailah.
Bagi sang kolonialis Inggris tidak penting benar bahwa tulisan Mirza Ghulam Ahmad mengagungkan Islam atau Hindu atau apapun lainnya. Inggris melihat dua komponen atau unsur penting yang menunjang kekuasaannya yang mengarah pada dua agama besar yang dipeluk rakyat India. Hindu di bagian Selatan dan Islam dianut penduduk di Timur Laut anak benua India.
Untuk dapat menguasai India maka dibutuhkan mengadu domba kedua agama yang memisahkan mereka, sehingga pemunculan seorang intelektual Mirza Ghulam Ahmad sangat tepat pada waktunya sebagai unsur penting dalam memperkeruh suasana yang sengaja dikipasi agar bertambah panas oleh kaum kolonialis.
Mirza Ghulam Ahmad menuliskan pandangan Islam yang luar biasa brilyan di tengah kebekuan selama tigabelas abad ajaran Islam sejak Nabi Muhammad s.a.w. menerima wahyu dan firman Allah s.w.t.
Tulisan dalam berbagai buku-buku Mirza Ghulam Ahmad dan pilihan laku hidup yang dijalaninya telah mampu menarik dan menggugah antara lain orang Hindu, Kristen, dan Islam yang hidup di sekelilingnya.
Imperialis Inggris berkepentingan untuk menyebarluaskan dan mengkultuskan Mirza Ghulam Ahmad bak seorang Nabi baru. Dengan perhitungan kaum imperialis dan kolonialis yakin membikin India terbelah dua jadi India dan Pakistan, belakangan ditambah Bangladesh.
Ghulam Mirza Ahmad yang hidup di dekat Amritsar dan Lahore di Punjab berada tepat di zona pemisah pemeluk Islam dan Hindu yang juga pemisah dua negara tetap berlangsung hingga abad ini.
Permusuhan India yang Hindu dan Pakistan yang Islam di daerah perbatasan kedua negara, kini beralih ke tempat lain dengan telah menyebarnya ajaran Mirza Ghulam Ahmad di wilayah Nusantara kini menghasilkan konflik dahsyat berlarut-larut antara pemeluk Islam yang murni menjalankan Al-Qur'an dan Hadist, di sisi lain para pemeluk ajaran Mirza Ghulam Ahmad yang juga menjalankan syareat Islam ditambahi ajaran Mirza Ghulam Ahmad yang lebih dikenal dengan sebutan Ahmadiyya atau Ahmadiyah.
Sintesis daripada kubu-kubu yang bermusuhan tersebut di Nusantara ialah sebuah kekonyolan belaka, mereka melupakan sejarah Nusantara selama 350 tahun di adu domba oleh kaum kolonialis Belanda. Bangsa Nusantara ini rupanya tidak kapok dengan kegagalan masa silam yang terus-menerus dan turun-temurun mau sama mau jadi domba yang siap diadu demi kepentingan pihak lain.
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah memproklamirkan diri sebagai seorang Nabi. Dan beliau juga tidak mengajarkan agar mengubah syariat Islam dua kalimat syahadat ditambahi lagi dengan memasukkan namanya.
Pengubahan dua kalimat syahadat yang telah terjadi sebagai hasil rekayasa pihak kolonialis dan selanjutnya jadi pemicu konflik berbagai pihak adalah upaya sukses kaum kolonialis dan imperialis asing yang tengah mencengkeram tanah Hindustan Utara yang maha indah dan subur, tempat hidup Mirza Ghulam Ahmad.
Andai saja Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan dari rahim seorang ibu yang hidup di Timur Tengah, tepatnya di Jazirah Arab maka jalannya sejarah Islam akan sangat berbeda sama sekali dibandingkan konflik berlarut-larut yang abadi sampai akhir jaman antarsesama muslim.
****