Percikan Revolusi + Subuh
Karya 50-an
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer
Pengantar H.B. Yasin
Angkatan '45 tidak hanya melahirkan cerita-cerita bambu runcing seperti diejekkan orang kepadanya. Lapangan perhatian seluas penghidupan dan dari pusat soal-soal mereka melihat dunia sekelilingnya. Dalam kempaan suasana keadaan mereka menemukan dirinya dan belajar melihat sampai ke intipati segala, dikuliti dari kepalsuan dan ketidakperluan. Angkatan revolusi melihat segala dari pusat derita, mereka tidak hanya mengenal dan mengetahui tapi juga mengalami dan merasai pada badan dan jiwa. Tidak ada jarak antara obyek dan subyek. Gaya mereka ialah gaya ekspresi.
Sudah lama menjadi pertanyaan mengapa angkatan '45 yang dianggap jiwanya terbentuk semenjak kedatangan Jepang di Indonesia dalam tahun 1942 melalui revolusi dan perang dengan Belanda, tidak melahirkan suatu roman yang besar. Ini hanya belum. Dan belum ini karena sewajarnya. Kekuatan mereka sementara ini ialah dalam cerita pendek dan sajak-sajak yang sarat padu. Dengan visi yang tajam diberikan intipati yang tidak memungkinkan terbang melayang tidak menentu, meskipun ada saat-saat orang menghadapi ruang luas penuh kemungkinan. Kepaduan dan inti. Dan lagi tidak ada waktu berpanjang-panjang untuk menulis berpanjang-panjang. Hanya soalnya bagi masa depan: cukupkah dengan visi yang menjelajah dasar kekuatan mencipta dan nafas panjang untuk membangunkan ciptaan yang besar? Ini suatu pertanyaan serupa sayembara yang kita tidak sangsikan hasilnya, melihat kualitet cerita-cerita pendek yang ada sekarang.
mbah sghriwo