Ramalan Sabdo Palon, “Satria Piningit”
mbah Subowo bin Sukaris
Selama berabad di tanah Jawa telah
berkembang berbagai ajaran agama mulia dunia di antaranya ialah: Kejawen, Hindu,
Buddha, Islam, Nasrani, Konghuchu, dan sebagainya berikut varian-varian dari
agama tersebut di atas.
Di tanah Jawa yang itu juga menjadi
pengetahuan umum dan telah dikenal atau dianggap sebagai adat-istiadat yang
lumrah bahwa di setiap dusun, dukuh, desa, kampung, akan selalu terdapat “manusia
pertama” yang memasuki wilayah desa dan tinggal menetap hingga anak cucu bahkan
hingga hari ini. Orang yang dianggap pelopor sebuah desa selalu dihormati dan
diingat kehadirannya pada waktu upacara “bersih desa”.
“Seseorang” yang pertama “berdiam” di
sebuah kampung akan dianggap sebagai “pepunden”, dan julukan keramat lainnya.
Begitulah di semua sudut tanah Jawa selalu ada “yang menjadi pelopor” menetap
di sebuah tempat sampai keturunan anak-cucu nya berkembang pesat. Tokoh semacam
ini di suatu wilayah sering juga disebut seorang “danyang”
Pulau Jawa dalam pengertian sempit
dan Nusantara dalam pengertian luas, juga mengenal “manusia pertama” yang
datang, tinggal, dan menetap hingga keturunannya berkembang dan hidup terus
hingga hari ini. “Danyang” atau Dang Hyang tanah Jawa/Nusantara yang telah
diakui sebagai sosok pertama yang menguasai alam nyata dan tak kasat mata ialah
Sabdo Palon.
Sabdo Palon yang pada abad kelima
belas masehi mendampingi Prabu Brawijaya V -- seorang raja Majapahit terakhir.
Pada kesempatan menjelang Sabdo Palon “lenyap” 1478 oleh perbedaan pendapat dan
sang baginda, maka Sabdo Palon sempat “meramalkan”
kejadian masa depan.
Kejatuhan Majapahit dari pentas
sejarah Nusantara sudah sewajarnya diikuti beliau (Sabdo Palon) hingga saat
akhir, karena Sabdo Palon merupakan tokoh “Danyang” yang selalu mengikuti
periode jatuh bangunnya negeri Jawa/Nusantara. Seorang “danyang” atau “sing
baurekso” memang akan selalu hadir di setiap ruang waktu dalam perjalanan
sejarah Jawa/Nusantara.
Sosok pemimpin yang “linuwih” “pinilih”
yang setia mengabdi kepada rakyat jelata serta tidak pernah menghitung-hitung
apapun itu yang mengaitkan dirinya dengan materi “uang” maka dialah pemimpin
yang direstui oleh “Sabdo Palon” sang danyang Tanah Jawi.
Dia si Ratu Adil akan bekerja lebih
dulu tanpa pernah mau dan peduli menghitung nilai uang hasil jerih payah yang
bakal diraihnya.
“Uang” adalah hal tabu dibicarakan oleh
seorang Ratu Adil (Satria Piningit) jika dirinya sedang bekerja “demi
kepentingan rakyat jelata”.
Berikut ini adalah “ramalan” Sabdo
Palon mengenai eksistensinya sebagai penguasa alam gaib dan alam marcapada yang
kehadirannya selalu menyertai jatuh bangunnya mulai dari rakyat jelata hingga
nasib seorang penguasa/raja khususnya di Jawa/Nusantara:
Wit kulo
puniko yekti,
jer Ratuning Danyang Jawi,
momong marang anak putu,
sagunging kang poro Noto,
kang jumeneng tanah Jawi.
Terjemahannya
sebagai berikut: Kami ini Dang Hyang (danyang) ratu penguasa
tertinggi alam nyata dan tidak kasat mata setanah Jawa. Peran kami sepanjang
masa ialah mengasuh anak cucu serta para raja (pemimpin) di tanah Jawa.
*****
related post